Rabu, 10 Februari 2016

pacaran, penyebab dan cara mengatasinya

Pelajar Pacaran, Faktor Penyebab dan Cara Mengubahnya
Tema: Hijrah, Sebuah Perubahan untuk Menjadi Pribadi yang Lebih Baik
Sub Tema: Pemuda yang Tangguh, Pemuda yang Berhijrah
Salah satu permasalahan yang menjadi fokus utama dalam akhlak di sekolah-sekolah Islam, terutama sekolah Islam yang tergabung pada Jaringan Sekolah Islam Terpadu, adalah hubungan antara ikhwan dan akhwat dan lebih berfokus pada masalah pacaran. Sekolah Islam, sebagaimana namanya, selalu
berusaha untuk mengajarkan nilai-nilai keislaman yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada murid-muridnya. Akan tetapi, walaupun dengan segala peraturan dan hukuman dalam mengajarkannya, tetap saja ada murid tidak teratur dalam urusan ini. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa hal ini terus terjadi setiap tahun dan seolah-olah semakin banyak terjadi? Ini yang harus dicari solusinya.
Jika dianalisis, ada banyak faktor kenapa hal ini bisa terjadi. Pertama dari faktor psikologi. Dalam ilmu psikologi, seorang anaka yang tengah memasuki masa remajanya cenderung memiliki keinginan untuk mencari jati diri sehingga terkadang mereka berusaha mati-matian menemukan jati diri yang cocok menurut mereka. Proses pencarian ini yang amat riskan untuk terjadi penyimpangan. Jika pada saat mencari jati diri, seorang anak melihat sebuah fenomena dan merasa bahwa fenomena ini patut untuk diikuti, maka hingga seterusnya, sang anak tidak akan bisa lepas dari fenomena tersebut. Yang menjadi riskannya adalah, fenomena yang terjadi di dunia selalu terdiri dari dua jenis, fenomena baik atau fenomena buruk bagi anak. Tidak ada fenomena abu-abu, karena sudut pandang seorang anak terhadap suatu fenomena belum seberagam ketika mereka sudah dewasa. Yang menjadi masalah ketika sang anak melihat sebuah fenomena hubungan dengan lawan jenis yang dia anggap baik ternyata tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti halnya pacaran. Indonesia zaman sekarang sedang darurat identitas karena banyak kearifan lokal yang tergerus oleh fenomena yang diimpor dari luar yang tidak sesuai dengan kearifan lokal. Pacaran yang sangat tidak bernilai kearifan lokal dibuat oleh media seolah-olah inilah budaya asli Indonesia sehingga banyak remaja yang terjebak dengan fenomena ini. Dan ketika seorang anak sudah terjebak, prinsip hidupnya akan banyak diatur oleh fenomena yang dia ikuti. Anak yang sudah berprinsip begitu kemudian dimasukkan ke dalam sekolah Islam yang sangat menentang pacaran, maka yang mungkin tejadi ada dua, melawan atau mengikuti. Jika melawan, seorang anak akan terus berusaha mempertahankan prinsip hidup dia yang telah dia dapatkan dari pacaran, sehingga kebijakan apapun dari sekolah tidak akan banyak berpengaruh padanya. Tetapi jika mengikuti, sang anak akan mengubah prinsipnya tersebut mengikuti apa yang diajarkan oleh sekolah dan biasanya, seseorang yang merubah prinsipnya, tidak memasuki fenomena sedalam yang melawan.
Kedua adalah faktor lingkungan. Seperti yang sudah disebutkan diatas, kondisi psikologi seorang anak yang menerima atau menolak suatu fenomena akan menjadi alasan kenapa seorang anak melawan peraturan sekolah. Proses sang anak mengikuti atau mengacuhkan suatu fenomena banyak dipengaruhi oleh lingkungan tempat bergaulnya. Ketika lingkungan tempat bergaulnya mengikuti fenomena, maka sang anak akan ikut terbawa. Hal ini karena seorang anak biasanya sangat senang bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebaya, dan sang anak ketika berbeda dengan teman-temannya akan berusaha mengikuti perkembangan teman-temannya sehingga apapun fenomena yang diikuti oleh kelompok bermain sang anak akan sangat banyak berpengaruh terhadapnya. Ketika suatu fenomena mulai memasuki kelompok bermainnya, ada dua pilihan yang akan dilakukan oleh sang anak. Pertama adalah tetap bersama dan menyerap fenomena yang ada atau kedua, memisah dan menjauh dari kelompok sambil berusaha mencari kelompok bermain yang lain. Reaksi sang anak terhadap kondisi ini sebenarnya sangat bergantung pada prinsip yang pertama kali dia dapatkan dan terkadang, walaupun sang anak merasa bahwa fenomena yang masuk tidak sesuai dengan prisip yang telah dia bawa, dia akan tetap berada dalam kelompoknya karena lebih merasa nyaman disana atau tidak menemukan kelompok lain yang berprinsip sama dengannya. Jika seorang anak tetap berada dalam kelompok bermainnya ketika fenomena mulai memasuki kelompoknya, kemungkinan yang terjadi adalah sang anak mengambil fenomena itu menjadi prinsipnya atau berusaha mengarahkan supaya fenomena tersebut tidak masuk terlalu jauh. Tetapi untuk mengarahkan kelompoknya, sang anak harus menjadi pusat kelompok bermain sehingga dapat mengatur fenomena mana yang dapat masuk atau keluar. Kemungkinan kedua jika terjadi adalah sang anak berhasil menemukan kelompok baru atau membuat kelompok baru yang sesuai dengan prinsipnya. Terkadang di lingkungan sekitar sang anak hanya terdapat sedikit kelompok bermain sehingga dia kesulitan untuk menemukan kelompok yang sesuai dengan prinsipnya. Ketika ini terjadi, maka yang dilakukan sang anak anak adalah menyendiri sambil berusaha membuat kelompok bermain yang baru. Ini yang menyebabkan terkadang di suatu masyarakat, terdapat beberapa anak kecil yang suka menyendiri, hal ini bukan karena dia tidak mau bermain dengan teman sebaya, tetapi lebih karena dia tidak tertarik untuk bergabung dengan teman sebayanya.
Ketiga adalah faktor keluarga. Ini adalah faktor yang paling sedikit terjadi tapi ketika ini terjadi, sang anak akan lebih susah lagi untuk menghilangkan prinsip hidupnya untuk berpacaran. Kenapa disini keluarga dapat menyebabkan sang anak lebih mudah untuk berpacaran? Karena dalam keluarga yang tidak memiliki dasar pengetahuan agama, akan membiarkan anaknya untuk melakukan apa yang dia mau, baik itu pacaran, pulang malam, nonton konser heavy metal, atau yang lainnya, yang penting sang anak senang dan tidak mengganggu kepentingan umum walaupun bertentangan dengan prinsip agama. Kondisi keluarga seperti ini yang menyebabkan sang anak merasa bebas menyerap fenomena yang tidak sesuai dengan prinsip agama Islam. Tetapi karena keluarga tersebut beragamakan Islam, orang tua mengirimkan sang anak untuk bersekolah di sekolah Islam dengan harapan sang anak akan mendapat tambahan ilmu agama. Ini yang sebenarnya kontradiksi dengan sistem pendidikan paling efektif yang sudah dibahas oleh ilmu psikologi. Pendidikan paling efektif bagi perkembangan seorang anak adalah ketika berumur dibawah 5 tahun atau ketika masih belum terdapat pengaruh dari lingkungan bermain sang anak. Ketika orang tua tidak memiliki dasar pendidikan agama Islam, maka pembelajaran efektif ini akan banyak terbuang untuk pembelajaran tentang dunia dengan sedikit bahasan tentang agama. Ini yang nantinya akan menjadikan sang anak hidup tanpa melihat agama sebagai prinsip hidupnya. Tetapi ketika pembelajaran efektif ini digunakan untuk mengajarkan prinsip agama bagi sang anak, maka hasil yang didapat adalah sang anak akan memiliki prinsip dasar Islam. Ini yang sebenarnya harus dilakukan oleh orang tua jika ingin anaknya terbebas dari fenomena buruk yang tidak berdasarkan pada ilmu agama. Jika sang anak diajarkan prinsip agama Islam ketika otak anak sedang dalam pekembangan yang terbaik, apa yang diajarkan akan lebih melekat pada anak hingga anak tersebut dewasa. Ini yang sebenarnya harus dilakukan oleh orang tua jika ingin anaknya berprinsipkan agama Islam. Selain karena pembelajaran efektif yang tidak digunakan dengan baik, kondisi keluarga yang tidak memiliki pengetahuan agama akan menjadikan apa yang didapat di sekolah hanya akan dilakukan di sekolah tanpa ada praktek langsung di rumah, padahal sang anak hanya memiliki waktu sekitar 8 jam berada di sekolah dan 3 dari waktu sholat, sang anak akan berada di rumah atau lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dibanding di sekolah. Ketika waktu yang dihabiskan anak lebih banyak di rumahnya, maka sebenarnya waktu pembelajaran akan lebih banyak dilakukan di rumah sehingga pembelajaran akan lebih banyak didapat anak dari keluarganya.
Ketiga faktor diatas hanyalah sedikit faktor yang memungkinkan seorang anak mengabaikan hukum pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam. Masih banyak faktor lain yang bisa menyebabkan sang anak berpacaran. Ketika seorang pelajar sudah memiliki prinsip bahwa dia harus pacaran selagi muda, maka yang harus sekolah lakukan adalah mengubah prinsip tersebut sehingga sesuai dengan Islam.
Sebagaimana disebutkan diatas, seorang anak ketika beranjak dewasa akan berusaha mencari jati diri sehingga walaupun mereka telah memiliki suatu prinsip, prinsip ini tidak bertahan selamanya atau terlalu dalam berada di alam bawah sadar pelajar. Kondisi ini menjadikan sekolah seharusnya ketika berusaha mengubah kehidupan muridnya, maka mereka harus mengubah prinsip hidupnya. Cara untuk mengubah prinsip hidup murid-muridnya ada beberapa hal, tergantung kondisi dan situasi yang terjadi oleh sang anak. Cara yang pertama adalah dengan mendoktrin pengetahuan dan paradigma agama Islam kepada pelajar sehingga dia merasa bahwa apa yang dilakukannya salah dan harus diubah. Cara ini adalah cara paling konvensional yang dilakukan oleh Sekolah Islam Terpadu yang biasanya dilakukan setiap pekan dalam kajian rutin yang wajib diikuti oleh pelajar. Terkadang pendoktrinan ini masih belum diserap secara mendalam sehingga dilakukan lebih dari satu kali dengan metode menginap di sekolah atau yang biasa disebut Malam Bina Iman dan Taqwa atau mabit. Dalam mabit, kegiatan yang dilakukan di sekolah hampir mirip dengan ketika kajian dilakukan, bedanya ada pada keberadaan target amalan yang harus dilakukan pelajar selama mabit berlangsung. Dengan intensitas mabit yang biasanya dilakukan sebulan sekali, usaha pendoktrinan dari sekolah sebenarnya sudah pada tingkat hampir maksimal karena banyak Sekolah Islam Terpadu yang tidak menerapkan sistem asrama dalam kurikulumnya. Dengan adanya asrama dalam kurikulum sekolah, maka pendoktrinan akan lebih efektif lagi karena setiap hari dilakukan kajian yang berusaha mengubah prinsip pelajar. Pendoktrinan pada dasarnya hanya mengubah pelajar yang memang sedari awal berusaha merubah prinsip mereka menjadi lebih baik atau pelajar yang masih meragukan prinsip hidupnya.
Ketika pendoktrinan tidak bisa menjangkau pelajar yang sudah berprinsip pacaran, maka cara kedua adalah Konseling. Konseling adalah pendekatan dengan cara konsultasi antara pelajar yang telah berprinsip dengan guru yang mengerti agama dan dunia anak sehingga pelajar merasa bahwa konseling tidak seperti pendoktrinan khusus walaupun isi konseling yang dilakukan adalah materi yang disampaikan dalam pendoktrinan. Kondisi konseling harus dalam keadaan dimana pelajar merasa santai dan tidak berpikiran terancam dengan yang akan terjadi. Kedua kondisi ini dengan melakukan hal-hal tertentu. Untuk membuat suasana santai, dapat dengan mengajak pelajar pergi ke suatu tempat yang nyaman untuk mengobrol, sebisa mungkin tempat yang menjual makanan karena dalam kondisi perut terisi, otak dan badan pelajar akan terasa lebih santai dalam berpikir. Membuat kondisi santai juga dapat dibuat dengan memposisikan guru sebagai teman mengobrol pelajar sehingga ketika konseling, pelajar merasa seperti sedang mengobrol dengan temannya. Kondisi santai ini akan menjadikan materi yang disampaikan akan lebih mudah masuk kedalam otak dan nurani pelajar karena otak sedang merasa rileks dan tenang. Kemudian untuk membuat kondisi dimana pelajar tidak merasa terancam adalah dengan membuat guru yang melakukan konseling adalah guru yang biasa bergaul dengannya, jangan malah yang menyampaikan adalah guru yang dianggapnya berbahaya. Untuk memilih guru yang sesuai dengan kriteria diatas adalah dengan melihat keseharian sang pelajar. Di sekolah manapun, akan ada guru yang menjadi momok bagi pelajar dan ada juga yang menjadi teman bagi pelajar. Guru yang menjadi momok maupun yang teman bisa berbeda tergantung pada sifat dasar seorang pelajar. Sebagai sekolah Islam yang mengajarkan Islam, maka sudah seharusnya setiap guru yang mengajar di sana mengerti hukum dan peraturan dalam Islam, terutama dalam masalah hubungan dengan lawan jenis, sehingga siapapun guru yang menjadi konselor bagi pelajar bermasalah, tidak ada masalah dalam materi yang disampaikan. Tetapi jika ternyata hal ini tidak bisa diterapkan, maka ada yang salah dengan sistem rekrutmen dan pengajaran di sekolah tersebut. Bagaimana mungkin penagajaran Islam dilakukan oleh orang yang tidak paham terhadap Islam? Pelajar di sana bisa berakhir pada kesesatan yang nyata nantinya.
Kedua cara diatas adalah cara utama dalam mengubah prinsip pelajar tentang masalah pacaran. Sebenarnya masih ada cara lain yang itu menyesuaikan dengan kondisi budaya yang berkembang di masyarakat sekitar sekolah atau rumah. Kedua cara ini juga harus diiringi dengan adanya peraturan ketat yang mengatur hubungan dengan lawan jenis walaupun peraturan tersebut lebih sebagai pengingat bahwa di sekolah ini, dan juga dalam Islam, hubungan dengan lawan jenis itu diatur secara jelas. Tapi yang menjadi fokus terhadap merubah pelajar yang pacaran, bukan dengan menegakkan aturan yang dibuat, tetapi pada mengubah prinsip mereka terhadap pacaran. Ini inti dari proses perubahan yang dilakukan oleh sekolah.

Ada yang lebih penting lagi dalam mengubah fenomena pelajar pacaran selain dari cara-cara yang disebutkan diatas, yaitu adalah do’a. Do’a meminta kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala supaya pelajar yang pacaran diberi hidayah sehingga menjauhi segala hal yang dilarang oleh Islam. Karena sesungguhnya manusia hanya bisa berusaha dan hasil akhir sangat bergantung pada hidayah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan. Pada surah al-Kahf (18) ayat ke 17, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar