Pelajar
Pacaran, Faktor Penyebab dan Cara Mengubahnya
Tema: Hijrah, Sebuah Perubahan untuk Menjadi Pribadi yang Lebih
Baik
Sub Tema: Pemuda yang Tangguh,
Pemuda yang Berhijrah
Salah satu permasalahan
yang menjadi fokus utama dalam akhlak di sekolah-sekolah Islam, terutama
sekolah Islam yang tergabung pada Jaringan Sekolah Islam Terpadu, adalah
hubungan antara ikhwan dan akhwat dan lebih berfokus pada masalah pacaran.
Sekolah Islam, sebagaimana namanya, selalu
berusaha untuk mengajarkan nilai-nilai keislaman yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada murid-muridnya. Akan tetapi, walaupun dengan segala peraturan dan hukuman dalam mengajarkannya, tetap saja ada murid tidak teratur dalam urusan ini. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa hal ini terus terjadi setiap tahun dan seolah-olah semakin banyak terjadi? Ini yang harus dicari solusinya.
berusaha untuk mengajarkan nilai-nilai keislaman yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada murid-muridnya. Akan tetapi, walaupun dengan segala peraturan dan hukuman dalam mengajarkannya, tetap saja ada murid tidak teratur dalam urusan ini. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa hal ini terus terjadi setiap tahun dan seolah-olah semakin banyak terjadi? Ini yang harus dicari solusinya.
Jika dianalisis, ada
banyak faktor kenapa hal ini bisa terjadi. Pertama dari faktor psikologi. Dalam
ilmu psikologi, seorang anaka yang tengah memasuki masa remajanya cenderung
memiliki keinginan untuk mencari jati diri sehingga terkadang mereka berusaha
mati-matian menemukan jati diri yang cocok menurut mereka. Proses pencarian ini
yang amat riskan untuk terjadi penyimpangan. Jika pada saat mencari jati diri,
seorang anak melihat sebuah fenomena dan merasa bahwa fenomena ini patut untuk
diikuti, maka hingga seterusnya, sang anak tidak akan bisa lepas dari fenomena
tersebut. Yang menjadi riskannya adalah, fenomena yang terjadi di dunia selalu
terdiri dari dua jenis, fenomena baik atau fenomena buruk bagi anak. Tidak ada
fenomena abu-abu, karena sudut pandang seorang anak terhadap suatu fenomena
belum seberagam ketika mereka sudah dewasa. Yang menjadi masalah ketika sang
anak melihat sebuah fenomena hubungan dengan lawan jenis yang dia anggap baik
ternyata tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti halnya pacaran.
Indonesia zaman sekarang sedang darurat identitas karena banyak kearifan lokal
yang tergerus oleh fenomena yang diimpor dari luar yang tidak sesuai dengan
kearifan lokal. Pacaran yang sangat tidak bernilai kearifan lokal dibuat oleh
media seolah-olah inilah budaya asli Indonesia sehingga banyak remaja yang
terjebak dengan fenomena ini. Dan ketika seorang anak sudah terjebak, prinsip
hidupnya akan banyak diatur oleh fenomena yang dia ikuti. Anak yang sudah
berprinsip begitu kemudian dimasukkan ke dalam sekolah Islam yang sangat
menentang pacaran, maka yang mungkin tejadi ada dua, melawan atau mengikuti.
Jika melawan, seorang anak akan terus berusaha mempertahankan prinsip hidup dia
yang telah dia dapatkan dari pacaran, sehingga kebijakan apapun dari sekolah
tidak akan banyak berpengaruh padanya. Tetapi jika mengikuti, sang anak akan
mengubah prinsipnya tersebut mengikuti apa yang diajarkan oleh sekolah dan
biasanya, seseorang yang merubah prinsipnya, tidak memasuki fenomena sedalam
yang melawan.
Kedua adalah faktor
lingkungan. Seperti yang sudah disebutkan diatas, kondisi psikologi seorang
anak yang menerima atau menolak suatu fenomena akan menjadi alasan kenapa
seorang anak melawan peraturan sekolah. Proses sang anak mengikuti atau
mengacuhkan suatu fenomena banyak dipengaruhi oleh lingkungan tempat
bergaulnya. Ketika lingkungan tempat bergaulnya mengikuti fenomena, maka sang
anak akan ikut terbawa. Hal ini karena seorang anak biasanya sangat senang
bermain dan berkumpul bersama teman-teman sebaya, dan sang anak ketika berbeda
dengan teman-temannya akan berusaha mengikuti perkembangan teman-temannya
sehingga apapun fenomena yang diikuti oleh kelompok bermain sang anak akan
sangat banyak berpengaruh terhadapnya. Ketika suatu fenomena mulai memasuki
kelompok bermainnya, ada dua pilihan yang akan dilakukan oleh sang anak.
Pertama adalah tetap bersama dan menyerap fenomena yang ada atau kedua, memisah
dan menjauh dari kelompok sambil berusaha mencari kelompok bermain yang lain. Reaksi
sang anak terhadap kondisi ini sebenarnya sangat bergantung pada prinsip yang
pertama kali dia dapatkan dan terkadang, walaupun sang anak merasa bahwa
fenomena yang masuk tidak sesuai dengan prisip yang telah dia bawa, dia akan
tetap berada dalam kelompoknya karena lebih merasa nyaman disana atau tidak
menemukan kelompok lain yang berprinsip sama dengannya. Jika seorang anak tetap
berada dalam kelompok bermainnya ketika fenomena mulai memasuki kelompoknya,
kemungkinan yang terjadi adalah sang anak mengambil fenomena itu menjadi
prinsipnya atau berusaha mengarahkan supaya fenomena tersebut tidak masuk
terlalu jauh. Tetapi untuk mengarahkan kelompoknya, sang anak harus menjadi
pusat kelompok bermain sehingga dapat mengatur fenomena mana yang dapat masuk
atau keluar. Kemungkinan kedua jika terjadi adalah sang anak berhasil menemukan
kelompok baru atau membuat kelompok baru yang sesuai dengan prinsipnya.
Terkadang di lingkungan sekitar sang anak hanya terdapat sedikit kelompok
bermain sehingga dia kesulitan untuk menemukan kelompok yang sesuai dengan
prinsipnya. Ketika ini terjadi, maka yang dilakukan sang anak anak adalah
menyendiri sambil berusaha membuat kelompok bermain yang baru. Ini yang
menyebabkan terkadang di suatu masyarakat, terdapat beberapa anak kecil yang
suka menyendiri, hal ini bukan karena dia tidak mau bermain dengan teman
sebaya, tetapi lebih karena dia tidak tertarik untuk bergabung dengan teman
sebayanya.
Ketiga adalah faktor
keluarga. Ini adalah faktor yang paling sedikit terjadi tapi ketika ini
terjadi, sang anak akan lebih susah lagi untuk menghilangkan prinsip hidupnya
untuk berpacaran. Kenapa disini keluarga dapat menyebabkan sang anak lebih
mudah untuk berpacaran? Karena dalam keluarga yang tidak memiliki dasar
pengetahuan agama, akan membiarkan anaknya untuk melakukan apa yang dia mau,
baik itu pacaran, pulang malam, nonton konser heavy metal, atau yang lainnya, yang penting sang anak senang dan
tidak mengganggu kepentingan umum walaupun bertentangan dengan prinsip agama.
Kondisi keluarga seperti ini yang menyebabkan sang anak merasa bebas menyerap
fenomena yang tidak sesuai dengan prinsip agama Islam. Tetapi karena keluarga
tersebut beragamakan Islam, orang tua mengirimkan sang anak untuk bersekolah di
sekolah Islam dengan harapan sang anak akan mendapat tambahan ilmu agama. Ini yang
sebenarnya kontradiksi dengan sistem pendidikan paling efektif yang sudah
dibahas oleh ilmu psikologi. Pendidikan paling efektif bagi perkembangan
seorang anak adalah ketika berumur dibawah 5 tahun atau ketika masih belum
terdapat pengaruh dari lingkungan bermain sang anak. Ketika orang tua tidak
memiliki dasar pendidikan agama Islam, maka pembelajaran efektif ini akan
banyak terbuang untuk pembelajaran tentang dunia dengan sedikit bahasan tentang
agama. Ini yang nantinya akan menjadikan sang anak hidup tanpa melihat agama sebagai
prinsip hidupnya. Tetapi ketika pembelajaran efektif ini digunakan untuk
mengajarkan prinsip agama bagi sang anak, maka hasil yang didapat adalah sang
anak akan memiliki prinsip dasar Islam. Ini yang sebenarnya harus dilakukan
oleh orang tua jika ingin anaknya terbebas dari fenomena buruk yang tidak
berdasarkan pada ilmu agama. Jika sang anak diajarkan prinsip agama Islam
ketika otak anak sedang dalam pekembangan yang terbaik, apa yang diajarkan akan
lebih melekat pada anak hingga anak tersebut dewasa. Ini yang sebenarnya harus
dilakukan oleh orang tua jika ingin anaknya berprinsipkan agama Islam. Selain
karena pembelajaran efektif yang tidak digunakan dengan baik, kondisi keluarga
yang tidak memiliki pengetahuan agama akan menjadikan apa yang didapat di
sekolah hanya akan dilakukan di sekolah tanpa ada praktek langsung di rumah,
padahal sang anak hanya memiliki waktu sekitar 8 jam berada di sekolah dan 3
dari waktu sholat, sang anak akan berada di rumah atau lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah dibanding di sekolah. Ketika waktu yang dihabiskan
anak lebih banyak di rumahnya, maka sebenarnya waktu pembelajaran akan lebih
banyak dilakukan di rumah sehingga pembelajaran akan lebih banyak didapat anak
dari keluarganya.
Ketiga faktor diatas
hanyalah sedikit faktor yang memungkinkan seorang anak mengabaikan hukum
pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam. Masih banyak faktor lain yang bisa
menyebabkan sang anak berpacaran. Ketika seorang pelajar sudah memiliki prinsip
bahwa dia harus pacaran selagi muda, maka yang harus sekolah lakukan adalah
mengubah prinsip tersebut sehingga sesuai dengan Islam.
Sebagaimana disebutkan
diatas, seorang anak ketika beranjak dewasa akan berusaha mencari jati diri
sehingga walaupun mereka telah memiliki suatu prinsip, prinsip ini tidak
bertahan selamanya atau terlalu dalam berada di alam bawah sadar pelajar.
Kondisi ini menjadikan sekolah seharusnya ketika berusaha mengubah kehidupan
muridnya, maka mereka harus mengubah prinsip hidupnya. Cara untuk mengubah
prinsip hidup murid-muridnya ada beberapa hal, tergantung kondisi dan situasi
yang terjadi oleh sang anak. Cara yang pertama adalah dengan mendoktrin
pengetahuan dan paradigma agama Islam kepada pelajar sehingga dia merasa bahwa
apa yang dilakukannya salah dan harus diubah. Cara ini adalah cara paling
konvensional yang dilakukan oleh Sekolah Islam Terpadu yang biasanya dilakukan
setiap pekan dalam kajian rutin yang wajib diikuti oleh pelajar. Terkadang
pendoktrinan ini masih belum diserap secara mendalam sehingga dilakukan lebih
dari satu kali dengan metode menginap di sekolah atau yang biasa disebut Malam
Bina Iman dan Taqwa atau mabit. Dalam mabit, kegiatan yang dilakukan di sekolah
hampir mirip dengan ketika kajian dilakukan, bedanya ada pada keberadaan target
amalan yang harus dilakukan pelajar selama mabit berlangsung. Dengan intensitas
mabit yang biasanya dilakukan sebulan sekali, usaha pendoktrinan dari sekolah
sebenarnya sudah pada tingkat hampir maksimal karena banyak Sekolah Islam
Terpadu yang tidak menerapkan sistem asrama dalam kurikulumnya. Dengan adanya
asrama dalam kurikulum sekolah, maka pendoktrinan akan lebih efektif lagi
karena setiap hari dilakukan kajian yang berusaha mengubah prinsip pelajar.
Pendoktrinan pada dasarnya hanya mengubah pelajar yang memang sedari awal
berusaha merubah prinsip mereka menjadi lebih baik atau pelajar yang masih
meragukan prinsip hidupnya.
Ketika pendoktrinan
tidak bisa menjangkau pelajar yang sudah berprinsip pacaran, maka cara kedua
adalah Konseling. Konseling adalah pendekatan dengan cara konsultasi antara
pelajar yang telah berprinsip dengan guru yang mengerti agama dan dunia anak sehingga
pelajar merasa bahwa konseling tidak seperti pendoktrinan khusus walaupun isi
konseling yang dilakukan adalah materi yang disampaikan dalam pendoktrinan.
Kondisi konseling harus dalam keadaan dimana pelajar merasa santai dan tidak
berpikiran terancam dengan yang akan terjadi. Kedua kondisi ini dengan
melakukan hal-hal tertentu. Untuk membuat suasana santai, dapat dengan mengajak
pelajar pergi ke suatu tempat yang nyaman untuk mengobrol, sebisa mungkin
tempat yang menjual makanan karena dalam kondisi perut terisi, otak dan badan
pelajar akan terasa lebih santai dalam berpikir. Membuat kondisi santai juga
dapat dibuat dengan memposisikan guru sebagai teman mengobrol pelajar sehingga
ketika konseling, pelajar merasa seperti sedang mengobrol dengan temannya.
Kondisi santai ini akan menjadikan materi yang disampaikan akan lebih mudah
masuk kedalam otak dan nurani pelajar karena otak sedang merasa rileks dan
tenang. Kemudian untuk membuat kondisi dimana pelajar tidak merasa terancam
adalah dengan membuat guru yang melakukan konseling adalah guru yang biasa
bergaul dengannya, jangan malah yang menyampaikan adalah guru yang dianggapnya
berbahaya. Untuk memilih guru yang sesuai dengan kriteria diatas adalah dengan
melihat keseharian sang pelajar. Di sekolah manapun, akan ada guru yang menjadi
momok bagi pelajar dan ada juga yang menjadi teman bagi pelajar. Guru yang
menjadi momok maupun yang teman bisa berbeda tergantung pada sifat dasar
seorang pelajar. Sebagai sekolah Islam yang mengajarkan Islam, maka sudah
seharusnya setiap guru yang mengajar di sana mengerti hukum dan peraturan dalam
Islam, terutama dalam masalah hubungan dengan lawan jenis, sehingga siapapun
guru yang menjadi konselor bagi pelajar bermasalah, tidak ada masalah dalam
materi yang disampaikan. Tetapi jika ternyata hal ini tidak bisa diterapkan,
maka ada yang salah dengan sistem rekrutmen dan pengajaran di sekolah tersebut.
Bagaimana mungkin penagajaran Islam dilakukan oleh orang yang tidak paham
terhadap Islam? Pelajar di sana bisa berakhir pada kesesatan yang nyata
nantinya.
Kedua cara diatas
adalah cara utama dalam mengubah prinsip pelajar tentang masalah pacaran.
Sebenarnya masih ada cara lain yang itu menyesuaikan dengan kondisi budaya yang
berkembang di masyarakat sekitar sekolah atau rumah. Kedua cara ini juga harus
diiringi dengan adanya peraturan ketat yang mengatur hubungan dengan lawan
jenis walaupun peraturan tersebut lebih sebagai pengingat bahwa di sekolah ini,
dan juga dalam Islam, hubungan dengan lawan jenis itu diatur secara jelas. Tapi
yang menjadi fokus terhadap merubah pelajar yang pacaran, bukan dengan
menegakkan aturan yang dibuat, tetapi pada mengubah prinsip mereka terhadap
pacaran. Ini inti dari proses perubahan yang dilakukan oleh sekolah.
Ada yang lebih penting
lagi dalam mengubah fenomena pelajar pacaran selain dari cara-cara yang
disebutkan diatas, yaitu adalah do’a. Do’a meminta kepada Allah Subahanahu wa
Ta’ala supaya pelajar yang pacaran diberi hidayah sehingga menjauhi segala hal
yang dilarang oleh Islam. Karena sesungguhnya manusia hanya bisa berusaha dan
hasil akhir sangat bergantung pada hidayah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
berikan. Pada surah al-Kahf (18) ayat ke 17, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, "Dan
kamu akan melihat matahari ketika
terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan dan bila matahari terbenam
menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas
dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh
Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang
disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat
memberi petunjuk kepadanya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar