Karena sekolah ane baru aja selesai ngadain ujian tengah
semester, kali ini ane pengen share tentang kejadian yg akan muncul dan
bagaimana menyikapinya. Kejadian yg akan muncul adalah penerimaan raport. Langsung
aja ke pembahasan.
Raport adalah suatu lembar yg berisi nilai masing2 pelajaran
sekolah dan merupakan kalkulasi dari nilai setiap akpek dalam pelajaran. Raport
merupakan lembar paling ‘unik’ yg diberikan sekolah kepada murid2nya. Ane
bilang ‘unik’ karena hanya lembar ini yg bisa memberikan perasaan yg berbeda2
bagi orangtua yg mendapatkannya. Jika lembar2 yg lain hanya memberikan satu perasaan
yg pasti untuk orangtua yg mendapatkannya (bisa marah klo lembar pernyataan
atau senang jika lembar penghargaan), maka cuman raport yg bisa memberikan
banyak perasaan bagi orangtua yg menerimanya.
Hampir semua siswa, mempunyai target nilai yg ingin
tercantum dalam raport masing2. Nilai target ini yg menjadikan raport menjadi
lembar paling ditunggu selama satu semester. Terkadang (atau malah sering),
nilai yg tercantum dgn raport gak sesuai dgn nilai yg ditargetkan oleh seorang
siswa. Nilai yg tercantum dalam raport, walaupun gak sesuai dgn target mereka,
tetap merupakan nilai yg bagus bagi sebagian orang tp orang yg mendapat nilai
bagus dan gak sesuai dgn target tadi tetap aja menumpahkan emosi (baca:
kekesalan) mereka dan tempat tersering untuk menumpahkan emosi mereka adalah
situs2 jejaring sosial (facebook dan twitter).
Situs2 jejaring sosial diatas merupakan tempat dimana banyak
orang bisa membaca apa yg ditulis oleh orang lain. Tulisan orang lain ini dapat
menyebabkan perbedaan pendapat dalam menyikapi apa yg ditulis oleh seseorang.
Oleh karenanya diharapkan seseorang yg kesal dgn nilai raport yg gak sesuai dgn
keinginannya gak menumpahkan emosi mereka secara sembarangan, harus berada pada
tempat yg gak menyebabkan perbedaan pendapat bagi orang lain. Jgn sampai emosi
karena gagal mencapai target membuat kalian dijauhi oleh orang2 yg gak senang
dgn apa yg kalian tulis. Ane punya cerita untuk mengandaikan akibat dari
menumpahkan emosi tidak pada tempatnya.
Ada seorang murid pintar dan rajin disuatu sekolah, namanya
Alif. Ketika sedang penerimaan raport, Alif mendapatkan nilai matematika
delapan lima, fisika delapan dua, kimia delapan tujuh, dan biologi sembilan
puluh. Nilai yg ia dapatkan tadi ‘jauh’ dibawah targetnya, yaitu seratus
sehingga ia pun jadi emosi dgn nilai yg didapatkan. Emosinya tadi ditumpahkan
dalam situs jejaring sosial dgn perkataan “aah, nilaiku jelek bgt. cuman dapet
sembilan.” Tulisan Alif tadi dibaca oleh
banyak orang yg sama2 menggunakan jejaring sosial. Oke, sekarang kita tinggal
dulu tentang Alif yg lagi numpahin emosinya.
Ada juga seorang
murid yg merupakan salah seorang teman dari Alif, namanya Baba. Baba
mendapatkan nilai matematika lima puluh, fisika enam puluh, kimia lima lima,
dan biologi tujuh puluh. Nilai yg didapat Baba ada dibawah targetnya, yaitu
KKM. Ketika sedang emosi karena nilainya yg dibawah KKM, Baba membaca
tulisannya Alif tentang nilainya yg diatas KKM tp dibawah target. Baba yg
membaca tulisan Alif tentu saja langsung marah dgn apa yg dikatakan oleh Alif
dan berpikir klo Alif itu sangatlah sombong sehingga pertemanan mereka menjadi
retak.
Cerita diatas memang hanya pengandaian tp
banyak kejadian seperti diatas yg benar2 terjadi di dunia nyata. Cerita diatas
memang menceritakan tentang sifat su’udzon Baba kepada Alif dan sifat su’udzon
merupakan sifat yg dilarang oleh agama tp mau gimana lagi? Alif melakukan
tindakan yg menyebabkan su’udzon dari Baba. Ane jadi keinget kata2 guru ane
“memang benar kita gak boleh su’udzon dgn orang lain tp klo orang lain
memancing kita untuk su’udzon, mau gimana lagi?”
Sekian share dari ane, pelajaran yg dapat
diambil adalah “kita boleh kesal atau
marah dgn hasil yg didapat tp kita juga harus tahu dimana tempat kita
menumpahkan kemarahan kita tadi sehingga tidak menyebabkan orang lain tersiksa
dgn kemarahan kita”. Saya faqih[dot]packman, terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar