Rabu, 08 Oktober 2014

pandangan terhadap UU Pilkada

Mengenai isu yg masih sedikit hangat yaitu UU Pilkada, jujur aja ane mendukung UU Pilkada. Dan juga ane bingung dgn yg menolak, apa sih alasan mereka menolak UU Pilkada? Kenapa mereka begitu ngototnya memilih nyoblos empat kali dalam 5 tahun, dibanding kehematan anggaran triliunan rupiah?

UU Pilkada adalah produk terakhir dari DPR periode 2009-2014. Dari yg ane tonton di TV, UU ini mengatur bahwa walikota/bupati dipilih lewat DPRD bukan lewat pemilihan langsung. Untuk lengkapnya ane kurang tau sih, tp itu kan inti yg diributin oleh banyak masyarakat Indonesia, jadi ane pengen ngebahas masalah itu aja (ditambah beberapa hal lain ^^).
Pertama, kita harus paham apa sebenarnya DPR itu. Arti DPR secara umum adalah perwakilan rakyat. Maksudnya adalah DPR adalah rakyat yg duduk di pemerintahan, beda dgn Presiden atau Gubernur yg merupakan pemimpin rakyat. Jadi apapun yg disuarakan oleh DPR (termasuk UU Pilkada ini) sebenarnya adalah suara rakyat yg sebenarnya, sedangkan suara Pemerintah lebih cenderung terhadap suara negara bukan suara rakyat, karenanya lebih banyak suara Pemerintah yg tidak populer di mata rakyat. DPR juga dipilih langsung oleh masyarakat, dan DPR yg dilantik adalah DPR yg berhasil mendapat dukungan oleh kebanyakan masyarakat.
Setelah paham bahwa DPR adalah rakyat yg setara dengan kita dan merupakan wakil kita, maka apa lagi yg perlu diragukan dari keputusan DPR? Ane bilang ini bukan berarti kita harus tunduk sepenuhnya dgn keputusan DPR, ane bilang ini supaya kita bertanggung jawab terhadap pilihan kita di awal. Jgn lempar batu sembunyi tangan, milih mereka tp gak mau menerima keputusan mereka.
Kedua, ane pengen ngasih contoh provinsi di Indonesia yg udah ‘menerapkan’ UU ini lebih awal. Ada yg tau? Klo belum tau ini ane kasih infonya. Provinsi itu adalah DKI Jakarta. Provinsi yg merupakan pusat Indonesia itu, tidak menetapkan walikotanya dengan cara pemilu langsung tp dengan pengajuan nama oleh Gubernur DKI Jakarta kepada DPRD, kemudian DPRD menyarankan nama yg menjadi walikota baru setelah itu Gubernur Jakarta mengangkat calon yg diajukan. Bertahun2 berjalan dan tidak ada masalah? Tp ketika DPR membawa proses yg berjalan ‘sukses’ di DKI Jakarta ini ke nasional, kenapa harus protes yg berlebihan?
Ketiga, ane ingin membahas efek yg terjadi ketika UU Pilkada disahkan. Ada beberapa efek yg ane prediksi akan terjadi. Satu, masyarakat akan lebih berhati2 dalam memilih wakil mereka ketika pemilu DPR. Masyarakat akan lebih peka dan lebih intens dalam melihat visi dan misi dari calon anggota DPR yg secara langsung akan meningkatkan pemahaman politik masyarakat Indonesia. Pemahaman politik itu lebih penting dibanding pendidikan politik. Dgn paham politik, masyarakat akan lebih tau efek dari setiap tindakan mereka ketika berdemokrasi, yg secara langsung akan mengurangi angka golput yg selalu jadi masalah pemilu di Indonesia. Dua, dgn pemahaman dan keingintahuan masyarakat terhadap visi dan misi calon anggota DPR yg maju, tentu yg maju harus mempunyai visi dan misi yg jelas dan terukur (sesuatu yg tidak terlihat di setiap pemilu). Ketiga, ketika mengetahui bahwa untuk maju menjadi anggota DPR harus membawa visi dan misi yg jelas, tentu kualitas calon DPR akan meningkat yg berdampak pada keputusan DPR yg semakin berkualitas.
Keempat, protes rakyat yg menentang UU Pilkada ini berkisar kepada hak politik yg dicabut. Sekarang pertanyaannya, hak politik mana yg dicabut oleh DPR. Ada alasan hukum atau hanya pendapat belaka? Jika itu hanya pendapat tanpa dasar hukum, maka sama aja anda teriak2 tanpa alasan di jalan. Kelakuan kayak gini yg seharusnya tidak menjadi budaya orang2 yg lebih mengutamakan otak daripada otot. Jujur aja, ane gak pernah senang dgn orang yg ngomong di internet tanpa alasan (terutama pengguna yg suka maki2 pengguna lain). Klo ketemu orang kayak gini, ane biasanya langsung pergi. Pemikiran ane sih, daripada mengurangi kualitas ane sebagai manusia, mending pergi aja sebagai manusia sebelum jadi hewan yg gak menggunakan akal.
Dengan adanya UU ini, hak politik bangsa Indonesia tidak dicabut karena sebenarnya orang2 Indonesia memiliki wakil mereka di DPR dan mereka boleh memilih langsung wakil yg akan mewakilkan suara mereka di DPR. Jika kita melihat pancasila sila keempat, akan terlihat pentingnya keberadaan DPR dalam menentukan suara rakyat. Selain itu, Indonesia bukanlah negara serikat yg setiap negara serikat memiliki aturan masing2 dan pemerintah pusat tidak boleh menginterupsi peraturan setiap daerah. Indonesia itu negara kesatuan, yg berarti setiap daerah memiliki kedudukan yg sama. Itu juga yg menyebabkan seorang pemimpin MPR seharusnya bukan dari DPD karena jika dari DPD, maka kesannya adalah ada provinsi yg memiliki kedudukan diatas yg lain.
Kelima, ada yg bilang ini merupakan manuver politik Koalisi Merah Putih untuk mendapatkan kekuasaan setelah kalah di Pilpres. Yg ingin ane lurusin pertama2 adalah UU ini sudah dibahas di DPR sejak dua tahun yg lalu dan kebetulan selesai dibahas ketika Pilpres selesai. Jadi UU ini gak ada kaitannya dengan kekalahan di Pilpres (walaupun memang momentumnya memang pas untuk mengesahkan UU ini). Kedua, UU ini juga disusun oleh Koalisi Indonesia Hebat dan Fraksi Demokrat, jadi klo dibilang ini produk Koalisi Merah Putih jelas salah banget, ini produk DPR. Ketiga, jika ada yg bilang dengan adanya UU ini berarti Koalisi Merah Putih haus kekuasaan maka dia orang yg kurang objektif melihat keadaan karena setiap orang yg terjun di dunia politik pasti memiliki hasrat untuk berkuasa dan siapapun yg menafikan keinginan berkuasa ketika berpolitiklah yg sebenarnya membunuh demokrasi.
Keenam, masukan dari ane untuk UU Pilkada. Satu, menurut ane UU Pilkada ini sebaiknya dibarengi dgn UU Saksi dan UU Keuangan Kampanye. Dengan adanya kedua UU tersebut, kualitas dan tanggung jawab seorang wakil rakyat akan semakin jelas karena mereka menuju DPR hanya membawa ide dan komitmen mereka tanpa perlu mengeluarkan uang untuk kampanye. Banyak calon DPR sekarang yg mengeluarkan uang banyak untuk menjadi DPR, yg biasanya akan berdampak pada keinginan mengembalikan modal yg keluar untuk menjadi DPR. Bukti awal paling konkrit adalah banyaknya anggota DPR yg menggadaikan Surat Keputusan pengangkatan mereka kepada bank. Ini kan sebenarnya adalah upaya mereka untuk mengembalikan modal yg keluar ketika kampanye. Memang sih tidak melanggar hukum, tp ini kan mengindikasikan bahwa mereka ingin mengembalikan modal mereka. Dua, walaupun walikota dipilih oleh DPRD, tp dalam prakteknya, walikota jangan sampai bertanggung jawab terhadap DPRD karena dalam sistem demokrasi kita, legislatif dan eksekutif itu setara, tidak bisa saling mejatuhkan. Jgn sampai sejarah ketidakstabilan politik Indonesia kembali terulang. Sejarah ketika dalam 9 tahun, ada 12 kepala pemerintahan yg memerintah. Tiga, jiwa reformasi jgn sampai hilang dgn diterbitkannya UU ini. Hak Asasi Manusia jgn sampai ternodai oleh UU ini.

Sekian dulu pandangan ane tentang UU Pilkada. Semoga apa yg ane tulis menjadi bahan pertimbangan rakyat dalam bersikap terhadap UU Pilkada. “pemerintah tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan penuh dari rakyat”. Saya faqih[dot]packman, terimakasih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar