Mengenai isu yg
masih sedikit hangat yaitu UU Pilkada, jujur aja ane mendukung UU Pilkada. Dan
juga ane bingung dgn yg menolak, apa sih alasan mereka menolak UU Pilkada?
Kenapa mereka begitu ngototnya memilih nyoblos empat kali dalam 5 tahun,
dibanding kehematan anggaran triliunan rupiah?
UU Pilkada
adalah produk terakhir dari DPR periode 2009-2014. Dari yg ane tonton di TV, UU
ini mengatur bahwa walikota/bupati dipilih lewat DPRD bukan lewat pemilihan
langsung. Untuk lengkapnya ane kurang tau sih, tp itu kan inti yg diributin
oleh banyak masyarakat Indonesia, jadi ane pengen ngebahas masalah itu aja
(ditambah beberapa hal lain ^^).
Pertama, kita
harus paham apa sebenarnya DPR itu. Arti DPR secara umum adalah perwakilan
rakyat. Maksudnya adalah DPR adalah rakyat yg duduk di pemerintahan, beda dgn
Presiden atau Gubernur yg merupakan pemimpin rakyat. Jadi apapun yg disuarakan
oleh DPR (termasuk UU Pilkada ini) sebenarnya adalah suara rakyat yg
sebenarnya, sedangkan suara Pemerintah lebih cenderung terhadap suara negara
bukan suara rakyat, karenanya lebih banyak suara Pemerintah yg tidak populer di
mata rakyat. DPR juga dipilih langsung oleh masyarakat, dan DPR yg dilantik
adalah DPR yg berhasil mendapat dukungan oleh kebanyakan masyarakat.
Setelah paham
bahwa DPR adalah rakyat yg setara dengan kita dan merupakan wakil kita, maka
apa lagi yg perlu diragukan dari keputusan DPR? Ane bilang ini bukan berarti kita
harus tunduk sepenuhnya dgn keputusan DPR, ane bilang ini supaya kita bertanggung
jawab terhadap pilihan kita di awal. Jgn lempar batu sembunyi tangan, milih
mereka tp gak mau menerima keputusan mereka.
Kedua, ane
pengen ngasih contoh provinsi di Indonesia yg udah ‘menerapkan’ UU ini lebih
awal. Ada yg tau? Klo belum tau ini ane kasih infonya. Provinsi itu adalah DKI
Jakarta. Provinsi yg merupakan pusat Indonesia itu, tidak menetapkan
walikotanya dengan cara pemilu langsung tp dengan pengajuan nama oleh Gubernur
DKI Jakarta kepada DPRD, kemudian DPRD menyarankan nama yg menjadi walikota
baru setelah itu Gubernur Jakarta mengangkat calon yg diajukan. Bertahun2
berjalan dan tidak ada masalah? Tp ketika DPR membawa proses yg berjalan
‘sukses’ di DKI Jakarta ini ke nasional, kenapa harus protes yg berlebihan?
Ketiga, ane
ingin membahas efek yg terjadi ketika UU Pilkada disahkan. Ada beberapa efek yg
ane prediksi akan terjadi. Satu, masyarakat akan lebih berhati2 dalam memilih
wakil mereka ketika pemilu DPR. Masyarakat akan lebih peka dan lebih intens
dalam melihat visi dan misi dari calon anggota DPR yg secara langsung akan
meningkatkan pemahaman politik masyarakat Indonesia. Pemahaman politik itu
lebih penting dibanding pendidikan politik. Dgn paham politik, masyarakat akan
lebih tau efek dari setiap tindakan mereka ketika berdemokrasi, yg secara
langsung akan mengurangi angka golput yg selalu jadi masalah pemilu di
Indonesia. Dua, dgn pemahaman dan keingintahuan masyarakat terhadap visi dan
misi calon anggota DPR yg maju, tentu yg maju harus mempunyai visi dan misi yg
jelas dan terukur (sesuatu yg tidak terlihat di setiap pemilu). Ketiga, ketika
mengetahui bahwa untuk maju menjadi anggota DPR harus membawa visi dan misi yg
jelas, tentu kualitas calon DPR akan meningkat yg berdampak pada keputusan DPR
yg semakin berkualitas.
Keempat, protes
rakyat yg menentang UU Pilkada ini berkisar kepada hak politik yg dicabut.
Sekarang pertanyaannya, hak politik mana yg dicabut oleh DPR. Ada alasan hukum
atau hanya pendapat belaka? Jika itu hanya pendapat tanpa dasar hukum, maka
sama aja anda teriak2 tanpa alasan di jalan. Kelakuan kayak gini yg seharusnya
tidak menjadi budaya orang2 yg lebih mengutamakan otak daripada otot. Jujur aja,
ane gak pernah senang dgn orang yg ngomong di internet tanpa alasan (terutama
pengguna yg suka maki2 pengguna lain). Klo ketemu orang kayak gini, ane
biasanya langsung pergi. Pemikiran ane sih, daripada mengurangi kualitas ane
sebagai manusia, mending pergi aja sebagai manusia sebelum jadi hewan yg gak
menggunakan akal.
Dengan adanya
UU ini, hak politik bangsa Indonesia tidak dicabut karena sebenarnya orang2
Indonesia memiliki wakil mereka di DPR dan mereka boleh memilih langsung wakil
yg akan mewakilkan suara mereka di DPR. Jika kita melihat pancasila sila
keempat, akan terlihat pentingnya keberadaan DPR dalam menentukan suara rakyat.
Selain itu, Indonesia bukanlah negara serikat yg setiap negara serikat memiliki
aturan masing2 dan pemerintah pusat tidak boleh menginterupsi peraturan setiap
daerah. Indonesia itu negara kesatuan, yg berarti setiap daerah memiliki
kedudukan yg sama. Itu juga yg menyebabkan seorang pemimpin MPR seharusnya
bukan dari DPD karena jika dari DPD, maka kesannya adalah ada provinsi yg
memiliki kedudukan diatas yg lain.
Kelima, ada yg
bilang ini merupakan manuver politik Koalisi Merah Putih untuk mendapatkan
kekuasaan setelah kalah di Pilpres. Yg ingin ane lurusin pertama2 adalah UU ini
sudah dibahas di DPR sejak dua tahun yg lalu dan kebetulan selesai dibahas
ketika Pilpres selesai. Jadi UU ini gak ada kaitannya dengan kekalahan di
Pilpres (walaupun memang momentumnya memang pas untuk mengesahkan UU ini).
Kedua, UU ini juga disusun oleh Koalisi Indonesia Hebat dan Fraksi Demokrat,
jadi klo dibilang ini produk Koalisi Merah Putih jelas salah banget, ini produk
DPR. Ketiga, jika ada yg bilang dengan adanya UU ini berarti Koalisi Merah
Putih haus kekuasaan maka dia orang yg kurang objektif melihat keadaan karena
setiap orang yg terjun di dunia politik pasti memiliki hasrat untuk berkuasa
dan siapapun yg menafikan keinginan berkuasa ketika berpolitiklah yg sebenarnya
membunuh demokrasi.
Keenam, masukan
dari ane untuk UU Pilkada. Satu, menurut ane UU Pilkada ini sebaiknya dibarengi
dgn UU Saksi dan UU Keuangan Kampanye. Dengan adanya kedua UU tersebut,
kualitas dan tanggung jawab seorang wakil rakyat akan semakin jelas karena
mereka menuju DPR hanya membawa ide dan komitmen mereka tanpa perlu
mengeluarkan uang untuk kampanye. Banyak calon DPR sekarang yg mengeluarkan
uang banyak untuk menjadi DPR, yg biasanya akan berdampak pada keinginan
mengembalikan modal yg keluar untuk menjadi DPR. Bukti awal paling konkrit
adalah banyaknya anggota DPR yg menggadaikan Surat Keputusan pengangkatan
mereka kepada bank. Ini kan sebenarnya adalah upaya mereka untuk mengembalikan
modal yg keluar ketika kampanye. Memang sih tidak melanggar hukum, tp ini kan
mengindikasikan bahwa mereka ingin mengembalikan modal mereka. Dua, walaupun
walikota dipilih oleh DPRD, tp dalam prakteknya, walikota jangan sampai
bertanggung jawab terhadap DPRD karena dalam sistem demokrasi kita, legislatif
dan eksekutif itu setara, tidak bisa saling mejatuhkan. Jgn sampai sejarah
ketidakstabilan politik Indonesia kembali terulang. Sejarah ketika dalam 9
tahun, ada 12 kepala pemerintahan yg memerintah. Tiga, jiwa reformasi jgn
sampai hilang dgn diterbitkannya UU ini. Hak Asasi Manusia jgn sampai ternodai
oleh UU ini.
Sekian dulu
pandangan ane tentang UU Pilkada. Semoga apa yg ane tulis menjadi bahan
pertimbangan rakyat dalam bersikap terhadap UU Pilkada. “pemerintah tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan penuh dari rakyat”.
Saya faqih[dot]packman, terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar